Banyak orang bertanya-tanya, agama apakah yang dianut Harry Potter dan penyihir lain? Secara sederhana kita akan menjawab bahwa Harry Potter adalah seorang Kristen karena merayakan Natal. Tapi kalau kita perhatikan baik-baik, seseorang yang merayakan Natal belum tentu orang Kristen. Di Inggris, banyak orang beragama Kristen, sekolah-sekolah umum dan kantor-kantor pemerintahan memberikan libur panjang pada akhir tahun karenanya. Pada hari Natal, hampir semua orang memberi kartu ucapan, memberi hadiah, menyanyikan lagu Natal, serta membuat pohon Natal. Semuanya larut dalam suasana Natal. Tapi bukan berarti semua orang itu adalah Kristen, di antara mereka ada Muslim, Yahudi, Budha, dll. Kalau begitu sebelum bertanya agama apa yang dianut Harry, kita harusnya bertanya dulu adakah agama tertentu yang dianut Harry dan tokoh-tokoh lain mengingat selama ini mereka tidak pernah sekali pun membahas Tuhan.
Pembahasan kita kali ini bersumber dari sebuah esai yang ditulis oleh Glamourousgeek (sepertinya ini adalah nama pena) berjudul “Merlin, Tuhan, dan Kau-Tahu-Siapa” yang dipublikasikan di hp-lexicon.org. Esai tersebut telah membahas dengan sangat baik sentuhan agama dalam novel Harry Potter.
Sebelumnya saya sudah menanyai pendapat member HPFI mengenai agama dalam dunia sihir Harry Potter. Dan inilah beberapa pendapat mereka:
• Kalau menurut aku, Harry Potter dkk menganut agama Nasrani (Kristen/Katolik) soalnya ada perayaan Natal dan Paskah. Kalau nggak salah, tante J.K. Rowling juga agamanya Kristen, nggak mungkin kan orang Kristen nulis cerita tentang Islam atau Hindu atau yang lain. Kalau Harry Potter dkk agamanya Islam, pasti ada perayaan Idul Fitri, Idul Adha, Isra’ Mi’raj, dsb.
(Nurul Idtuu Ciiepddta)
• Agama sudah ada sebelum penyihir dan Muggle terpisah, apa lagi dengan adanya perkawinan campuran Muggle dan penyihir, aku kira agama penyihir kurang lebih sama dengan Muggle. Nah, mungkin yang paling banyak dianut di Hogwarts adalah Kristen, kan Hogwarts di Inggris. Jadi tiap Natal mereka liburan. Mungkin kalau ada Hogwarts di Indonesia, tiap lebaran ada liburan juga.
(Rosaning Harum Mediansari)
• Aku mau ikut komentar tentang agama di Harry Potter. Kayaknya mereka menganut agama Kristiani deh, soalnya Harry itu selalu ngadain Natal bareng-bareng keluarga Weasley.
(Cindy Christianty)
Apakah JKR dalam ceritanya mengarahkan pembaca pada satu agama tertentu? Sekali lagi, secara kasat mata mungkin ya, dengan adanya perayaan Natal, Paskah, dsb. Tapi jika diperhatikan lagi, JKR justru menghindari sama sekali subjek agama. Hal itu ditunjukkan dengan hal-hal berikut:
1. Tidak adanya nama umum Kristen seperti John, Mary, dan Paul (dengan pengecualian Peter Pettigrew, James Potter, Remus John Lupin, Tom Riddle, Seamus Finnigan, Dean Thomas, Angelina Johnson, dan Parvati Patil).
2. Tidak ada pihak mana pun dalam perang yang menggunakan alasan agama dalam tujuannya menegakkan moral. Bahkan penyihir besar seperti Dumbledore tidak pernah menyinggung Tuhan, melainkan “untuk kebaikan yang lebih besar”.
3. Tidak seorang pun berdoa sekalipun mereka berada dalam keadaan terancam nyawanya. Alih-alih mengucapkan “Demi Tuhan”, mereka mengucapkan “Demi Jenggot Merlin”.
Sekarang mari kita bahas satu persatu. Dilihat dari namanya, hanya ada sedikit nama saja yang merupakan nama umum Kristen. Diantara nama-nama itu tidak satu pun memiliki penjelasan atas nama religius yang mereka sandang kecuali Tom Riddle, jelas bahwa itu adalah nama ayahnya yang merupakan seorang Muggle. Para penyihir sepertinya punya tradisi penamaan yang agak berbeda dari Muggle. Kita tahu nama seperti Albus Dumbledore, Alastor Moody, dan Xenophilius Lovegood, nama-nama penyihir murni yang terdengar tidak umum bagi Muggle. Selain itu tiap keluarga sepertinya punya sebuah tema tertentu dalam penamaan. Misalnya keluarga Weasley menggunakan nama-nama dari legenda Arthurian, keluarga Black dari nama bintang, dan keluarga Malfoy dari politik klasik (menariknya, Draco berasal dari kedua kategori Black dan Malfoy). Selain dari tema-tema itu, satu-satunya tema umum nama penyihir adalah bahwa mereka kebanyakan memiliki nama yang berasal dari Yunani atau Romawi klasik. Minerva McGonagall sebenarnya memiliki nama bertema religius, tapi mengapa tidak dimasukkan dalam pengecualian di atas? Itu karena nama religiusnya diletakkan setelah nama dewa Romawi.
Lalu apakah itu berarti komunitas penyihir masih menganut kepercayaan Yunani atau Romawi kuno? Jawabannya cenderung tidak. Penggunaan nama hanya merupakan bagian tradisi kuno dibanding kepercayaan, atau mungkin JKR ingin menyebutkan nama-nama klasik itu dalam bukunya. Kita justru tahu bahwa penyihir merayakan Halloween, teman-teman Harry pulang untuk liburan Natal, dan keluarga Weasley saling memberi sweater mengerikan dan hadiah Natal lain. Tapi tidak sekalipun orang menyebutkan alasan melakukan perayaan itu atau menyuruh ke gereja, atau apakah penyihir pergi ke gereja (kita berharap seting pernikahan Bill dan Fleur di film Deathly Hallows akan memberi jawaban). Penyihir tidak menyanyikan lagu Natal, dan tampaknya lagu A Cauldron Full of Hot Strong Love yang dinyanyikan Calestina Werbeck, menggantikan lagu Natal. Sirius Black menyanyikan lagu God Rest Ye, Merry Hippogriff selesai Natal di Grimmauld Place 12 (merry hippogriff?).
Dengan demikian kita bisa menyimpulkan bahwa tradisi Natal hanyalah sebuah alasan untuk libur dan mungkin itu diadopsi dari Muggle. Banyaknya murid di Hogwarts yang berasal dari keluarga Muggle menjelaskan mengapa sekolah meliburkan muridnya di akhir Desember. Keluarga Weasley yang menyukai segala sesuatu tentang Muggle memanfaatkannya untuk turut merayakan Natal. Sementara itu kita tahu bahwa Draco Malfoy, Vincent Crabbe, dan Gregory Goyle tidak pulang untuk liburan Natal di tahun kedua mereka, yang mungkin menandakan bahwa orientasi tradisi keluarga mereka tidak memandang perayaan Natal begitu penting.
Jika tradisi agama di dunia sihir jarang ditemui, tidak berarti bahwa penyihir sepenuhnya rasional. Hal itu ditunjukkan dengan adanya takhyul atau kepercayaan sesat yang banyak dipercaya. Yang paling nyata adalah ketakutan menyebut nama Voldemort. Contoh lain adalah kepercayaan bahwa Thestral membawa sial, prasangka darah-murni terhadap kelahiran-Muggle, kepercayaan Trelawney terhadap kekuatan batinnya dan kekuatan daun teh, dan lain-lain. Itu semua tidak menunjukkan bahwa agama sebagai sistem kepercayaan. Namun itu menunjukkan bahwa penyihir, seperti halnya Muggle, memiliki kecenderungan memercayai kekuatan supernatural yang membawa keberuntungan atau kesialan, meski tidak ada yang terbukti. Seruan ideologi ekstrim mungkin mengisi celah dalam pikiran orang-orang yang normalnya ditempati agama.
Kesimpulannya, tidak tampak ada tradisi umum agama apa pun dalam dunia sihir. Mempertimbangkan tradisi penamaan penyihir dan hari besar, kepercayaan orang-orang adalah campuran tradisi berbeda dari kebudayaan Muggle dan penyihir, maupun takhyul rakyat. Fakta bahwa hampir semua dalam buku dilihat dari sudut pandang Harry Potter sungguh membatasi perspektif kita. Mungkin saja penyihir merayakan hari besar yang tidak kita ketahui, atau mungkin Merlin dihormati oleh sebagian besar penyihir sebagai sebuah kehadiran supernatural maupun seorang karakter mistis. Tapi, jika kita menganggap Harry Potter tahu tentang itu, maka dunia sihir tidak beragama. Di sisi lain, banyaknya kepercayaan atau takhyul yang dipegang penyihir membuktikan bahwa penyihir sama irasional dan ‘berpikiran religius’ seperti Muggle. Ketiadaan agama mungkin merugikan dunia sihir karena orang akan cenderung mencari kebenaran, asal muasal, dan sosok penguasa di tepat lain.