Oleh: Helen Putriana Shary
Ditulis untuk Epilogue Writing Contest HPFI
===============================
James kecil masih belum cukup mengerti tentang geliat apa yg sedang dirasakan oleh sosok kesepian yg menjaganya sepanjang hari. Dia masih terlalu naïf untuk mengerti hal yg bernama cinta, dan karena itulah James hanya bisa memeluk erat Harry saat ia merasa ayahnya itu sedang sangat kacau.
Ditulis untuk Epilogue Writing Contest HPFI
===============================
James kecil masih belum cukup mengerti tentang geliat apa yg sedang dirasakan oleh sosok kesepian yg menjaganya sepanjang hari. Dia masih terlalu naïf untuk mengerti hal yg bernama cinta, dan karena itulah James hanya bisa memeluk erat Harry saat ia merasa ayahnya itu sedang sangat kacau.
“Ayolah ayah, kita tidak boleh terlambat mengunjungi bibi Hermione. Dia punya adik bayi dan aku ingin melihatnya”, ajak James pada Harry yg sibuk menyapukan lapisan salju tipis dari atas pusara James dan Lily Potter dengan telapak tangannya.
“Sebentar lagi nak. Apakah jagoan kecilku ini tidak merindukan ibu?” kata Harry sambil mengacak rambut anak kesayangannya itu.
“Wah.. aku hampir lupa. Kalau begitu, ayo jalan ayah.” James menyeret Harry beberapa centi dari tempatnya.
James meminta Harry untuk menyihir serangkai bunga lagi. Kali ini dia ingin bunga tulip dan mawar warna-warni untuk diletakkan diatas pusara ibunya, Ginny Weasley.
“Seperti ini? Bagus tidak untuknya?” tanya Harry yg baru saja mengkomfirmasi permintaan James.
“Ya. Aku suka. Ini cantik seperti ibu.” Jawabnya sembari mengelus bunga mawar tosca yg terpampang di atas pusara.
“Kalau begitu, mari peluk ayah.”
Seperti halnya Harry, James pun merasa sedikit mual untuk diajak ber-apparate. Dia harus selalu mengulum permen mint agar jas Harry tidak berceceran muntah lagi seperti pertama kali dia mengajak James ber-apparate. “Zupp!” seketika itu Harry dan James meninggalkan Godric’s Hallows.
…
“Namanya Rose.” kata Hermione sambil tersenyum kepada James yg asik mengelus pipi bayi yg juga asik bergelut dengan boneka-boneka kecil, didalam box bayi disampingnya
“Bibi.. adik bayinya cantik sekali, pantas saja bibi dan paman Ron sangat menyayanginya.” balasnya.
Hermione hanya tersenyum sambil sesekali mengelus dahi James. Diluar sana Ron sangat antusias menceritakan detik-detik paling menegangkan saat dia melihat langsung proses kelahiran anak pertamanya itu kepada Harry. Tak lama kemudian James menyambung obrolannya.
“Bibi, apakah dulu ibu mencintaiku seperti bibi mencintai adik bayi?”
“Tentu saja, sayang. Ibumu begitu mencintaimu melebihi siapapun.” Jawabnya setelah menghela sedikit nafas haru.
“Tapi bibi, mengapa ibu meninggalkan aku dan ayah? Apa aku melakukan hal nakal sehingga dia pergi dan tidak menemuiku lagi? Tanya James yg penasaran.
“Tidak. Kau itu anak yg baik, James. Tuhan memanggilnya saat dia melahirkanmu, dan itu pasti merupakan salah satu rahasia Tuhan untuk memberimu kehidupan yg jauh lebih baik. Kau mengerti, sayang?”
James hanya mengangguk. Dia anak yg cerdas dan tangguh, karena itulah Hermione tanpa ragu memberikan penjelasan yg sudah sepantasnya James terima.
Harry dan James sudah pergi. Setelah memastikan kalau Rose sudah terlelap, Hermione menghampiri Ron yg sedang merangkai manik-manik dengan tongkatnya. Sejak dia menjadi seorang ayah dari bayi perempuan, setiap sore hingga larut malam Ron selalu meluangkan waktu untuk membuat berbagai accecoris dari manik-manik untuk dikenakan putrinya. Dia beranggapan bahwa putrinya harus terlihat lebih cantik dan feminine daripada anak-anak perempuan lainnya.
“Sayang, apakah kau tidak lebih baik mnggunakan mantra untuk membuatnya lebih cepat selesai?” Tanya Hermione yg mulai berpikir bahwa Ron dan kekonyolannya telah bersatu kembali.
“Oh, tidak.. tentu tidak! Aq tidak mau manik-manik ini masuk ke lubang hidungku lagi. Aku sudah mencobanya berkali-kali, sayang, tapi selalu gagal.” jawab Ron dengan ekspresi trauma.
“Kalau begitu kenapa kau tidak berguru saja kepada Luna? Dia sering memantrai manik-manik untuk kalung penangkal nargle-nya, kan ?” ujar Hermione
“Yah.. Briliant! Ide yg hebat, sayang.”
…
“Hei James, dimana ibumu?” olok anak lain yg menjulukinya James Potter ‘si piatu’. James selalu diolok-olok oleh segerombolan anak jahil di tempat kursus saat gurunya pergi sebentar keluar kelas.
“Hei Calr, ibuku masih di surga. Dan sebentar lagi dia akan menyuruh teman baiknya untuk menggantikannya sementara. Kau dengar itu, Carlose Destroy?!” Jawab James polos dengan sedikit kekesalan. Anak lain terus-menerus menertawakannya. Sampai benar-benar tidak mampu menguasai emosinya lagi hingga tiba-tiba wajah Carlose ditumbuhi bisul-bisul besar yg meletus-letus seperti kembang api yg menyiprat kemana-mana. Teman-teman Carlose pun menjerit dan bubar berlarian karena takut. Tak lama kemudian Ms.Isabelle masuk dan menenangkan kegaduhan di kelas pianonya, segera dia menghampiri Carlose yg terlihat sangat kacau.
“Carl, ada apa dengan wajahmu? Mari miss antarkan kau ke dokter.” Tanya Isabelle sambil mengajak muridnya itu.
“Aku tidak mau ke dokter, mereka memegang jarum. Ini semua perbuatan James, dia menatapku dan tiba-tiba wajahku menjadi begini.” Jawab bocah itu.
“Tidak miss, aku tidak melakukan apapun. Dia yg daritadi mengejek dan menertawakanku. Ini semua karena ulahnya sendiri. Aku bersumpah, aku tidak melakukan apa-apa..” tapis James yg merasa tidak bersalah. Sejenak perhatian Isabelle tertuju pada James, dia merasa ada hal yg tidak biasa didalam diri James.
“Tenang semua. Miss tidak ingin ada kekacauan disini, miss akan mengantar Carlose ke dokter. Vinny, bantu miss untuk memberi tahu org tua Carl, telfon mereka, nomor ponselnya ada di atas meja miss. Dan kau James, temui miss setelah kelas selesai.” perintah Isabelle.
James yg masih bingung dengan kejadian yg menimpa Carlose tadi hanya bisa menuruti perintah Ms.Isabelle. Wanita muda itu kembali keruangan kelasnya yg sudah sepi untuk membicarakan hal penting tadi dengan James. Harry yg juga sudah menunggu James untuk menjemput putranya lima menit lebih cepat itupun mulai curiga dengan keterlambatan James keluar kelas. Harry lalu berinisiatif untuk memastikan langsung apakah putranya masih di kelas atau tidak. Langkahnya terhenti di depan pintu kelas Ms.Isabelle, tempat anaknya diintrogasi.
“James, mengapa tiba-tiba wajah Carlose….? ….? Bisakah miss tau siapa nama ayahmu?” terdengar suara isabelle sayup-sayup dari balik pintu.
“Harry Potter, miss.”
“Apa? Har..ry.. Potter?” tanya ulang Isabelle untuk memastikan. Raut wajahnya seperti terkejut. James terheran namun dia hanya mengangguk.
“Hmm.. permisi? Aku ayahnya James dan…”, Harry langsung buru-buru masuk untuk ‘menyelematkan’ James.
“Benarkah kau.. Harry Potter? Yang mengalahkan Voldemort?” serta-merta wajah Harry bingung , dia menjadi heran dan penasaran.
“Maaf, hmm.. ya. Tapi, bagaimana ….”
“Muggle seperti saya bisa mengetahui semua itu?” ucap Isabelle sambil menyambung pertanyaan Harry yg terputus.
Wajah Isabelle terlihat berseri sesaat melihat kedatangan Harry. Dia masih tidak menyangka penyihir hebat sekelas Harry mau mengizinkan anaknya kursus ditempat kursus muggle. Tapi, bagaimana Isabelle bisa tau?
“Tuan Potter, nama saya Isabelle Diggory. Saya sepupu Cedric.” Lanjutnya setelah beberapa detik tercengang. Namun sepertinya kini Harry lah yg tercengang karena dia baru mengetahui bahwa guru kursus anaknya adalah keluarga penyihir.
“Saya Pph..potter, Harry Potter. Hmm.. mengapa anda bisa bekerja disini? Jarang sekali ada penyihir yg mau berkarir di dunia muggle.” Tanya Harry penasaran.
“Oh, tidak tuan Potter. Saya tidak berbakat seperti anda. Saya.. hmm.. Squib!” jawabnya lemah.
Sejak saat itu, Isabelle dan James semakin akrab. Isabelle tidak segan-segan untuk membela James saat ia diganggu temannya. Isabelle memang wanita lajang cantik yg baik, cerdas, tegas, dan penuh kasih sayang. Sosoknya tiba-tiba langsung menyihir hati James yg kesepian menjadi lebih ceria dan semakin bersemangat. Hal itu benar-benar membuat James merasa menemukan sosok seorang ibu yg selama ini belum pernah ia temui. Setiap harinya James tidak gusar lagi menunggu ayahnya pulang untuk menemaninya dan bermain bersamanya di rumah, karena Isabelle selalu setia menemani James di rumah saat Harry masih sibuk dengan pekerjaannya.
Ketika itu hari sabtu, dan James merengek minta berkunjung kerumah Ron dan Hermione lagi. Namun kali ini James ingin Isabelle diikut sertakan bersama mereka. Harry mulai penasaran dengan seorang Isabelle. Mengapa putranya begitu merasa nyaman dengan wanita itu? Disaat-saat perhatian James sedang beralih, Harry dan Isabelle mulai mengakrabkan diri. Setelah beberapa lama mereka berbincang, Harry tiba-tiba merasa seperti ada sepanci besar sup kelelawar yg meledak dan memantul-mantul didalam dadanya. Awalnya perasaan seperti ini hanya disimpannya untuk ibu James, istrinya: Ginny. Namun setelah mengenal Isabelle dia mulai merasa hari-harinya akan cemerlang lagi seperti sewaktu bersama Ginny. Dia merasa cintanya telah kembali.
Hermione yg mengetahui bahwa Harry sudah jatuh cinta lagi, merasa bersyukur dan ikut larut dalam kebahagiaan itu. Ron dan keluarga Weasley yg lainnya pun tidak ragu untuk membiarkan Harry mendapatkan hari-harinya yg hilang semenjak sepeninggalan Ginny. James juga memiliki peluang untuk mendapatkan ibu baru, tentunya tanpa melupakan Ginny sebagai ibu kandungnya yg berjuang dengan cinta untuk membuatnya dapat menghirup udara dunia. Harry dan James mendapatkan kehidupan baru yg indah bersamaan dengan hadirnya Isabelle Diggory.
========================
Tentang penulis:
Helen Putriana Shary adalah member HPFI dari kota Medan. Cewek ini cukup hobi menulis karena itu ia mengikuti lomba menulis epilog Harry Potter yang diadakan HPFI. Walaupun belum berhasil menjadi juara, karya Helen 'Jiwa yang Kembali' termasuk dalam karya terbaik dalam EWC yang akhirnya dimuat di HPFI Blog. Karya ini sekaligus fanfic pertama Helen yang dimuat di HPFI Blog.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Tuliskan komentar kamu untuk artikel ini...
PERHATIAN! Harap cantumkan nama saat memposting komentar!